Tabulampotku

Saturday, November 16, 2013

KOPI LUWAK LIAR ARABIKA NUSANTARA / ARABICA CIVET COFFEE INDONESIA


45'Civet Coffee

Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram.

Sejarah
Asal mula Kopi Luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial.
Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Dengan indera penciumannya yang peka, luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak. Aroma dan rasa kopi luwak memang terasa spesial dan sempurna di kalangan para penggemar dan penikmat kopi di seluruh dunia.

KOPI LUWAK DIAN JAYA

berenjel kering
Pemilihan dan pembersihan kopi
Kopi Luwak merupakan kopi luwak alami dari perkebunan kopi dari berbagai daerah penghasil Biji kopi Arabika pilihan dan berkualitas yang secara alami diseleksi oleh luwak hutan /musang liar sehingga menciptakan cita rasa yang tinggi dan aroma harum kopi luwak yang khas. Pemanfaatan Luwak liar memang kami terapkan, agar tidak menggangu populasi serta ekosistem yang ada di alam sekitar perkebunan kopi.
Kopi luwak diolah secara modern, sehingga banyak membantu peduduk disekitar perkebunan kopi dalam menciptakan lapangan kerja. 
Bagi anda pecinta kopi sejati, terutama penggemar kopi luwak kami dapat memberikan stok sesuai dengan pesanan harga. Kami juga menerima pesanan baik masih dalam bentuk roasting bean ( biji yg sudah di sangrai) ataupun yang sudah siap seduh. Kemasan kami menggunakan alumunium foil yg menjamin kualiatas dan rasa kopi terjaga hingga sampai di tangan anda. Kopi Luwak yang kami sediakan antara lain kopi luwak toraja, kopi luwak java, kopi luwak mandailing, kopi luwak Aceh, kopi luwak bali dll.


 Harga yg kami tawarkan Rp 90.000 / 100 gram untuk rosating bean coffe, dan Rp 100.000 / 100 gram untuk gound/ bubuk kopi yang siap seduh. 
Jika anda tertarik segera bisa menghubungi di contac center kami : 085269977555 atau BB 554D1E8E

2 comments:

Anonymous said...

Mantaabss...

Kopi Luwak said...

Kopi Luwak is a rarest coffee you will ever get. If you ever get a chance then buy Kopi Luwak from CLuwak. You will get 20% discount also.

Thanks for the article.
Finn Felton

/*tambahan lagi*/